
Kepala BMKG, dalam keterangan resmi, menegaskan bahwa potensi gempa megathrust ini merupakan ancaman nyata yang perlu diwaspadai. Namun, hingga saat ini belum ada teknologi yang mampu memprediksi waktu pasti terjadinya gempa.
Peta Sumber Gempa Megathrust
Zona megathrust di selatan Bali dan Lombok merupakan salah satu segmen dari subduksi Sunda yang aktif. Pergerakan lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Eurasia memicu akumulasi energi besar yang sewaktu-waktu bisa dilepaskan sebagai gempa bumi besar.
Dalam skenario simulasi BMKG, gempa M 8,5 dapat menimbulkan tsunami dengan ketinggian gelombang bervariasi, mulai dari 1 hingga 6 meter, tergantung kondisi lokal pantai dan jarak dari episentrum.
Kesiapsiagaan Masyarakat
Pemerintah daerah bersama BNPB dan BMKG terus melakukan sosialisasi kesiapsiagaan kepada masyarakat pesisir Bali dan Lombok. Langkah ini meliputi edukasi jalur evakuasi, pembangunan tempat evakuasi sementara, serta pelatihan rutin mitigasi bencana.
“Masyarakat harus tetap tenang, tapi juga waspada. Yang terpenting adalah mengetahui apa yang harus dilakukan jika gempa besar benar-benar terjadi,” ujar pejabat BNPB dalam konferensi pers.
Baca Juga : Bontosunggu Kepulauan Selayar Dorong Ekonomi Maritim dan Pariwisata
Pelajaran dari Tsunami Sebelumnya
Indonesia pernah mengalami tsunami besar akibat gempa megathrust, seperti yang terjadi di Aceh pada tahun 2004. Tragedi itu menjadi pengingat bahwa kawasan rawan gempa harus memiliki sistem peringatan dini yang optimal dan masyarakat harus tanggap bencana.
Dengan pengalaman tersebut, pemerintah berupaya meningkatkan sistem peringatan dini tsunami (InaTEWS) yang saat ini telah dipasang di sejumlah titik rawan di Bali dan NTB.